" Buku Perpus "
gambar : Kamera
Hari selasa kemarin saya mengunjungi perpustakaan di
kampus. Niat kepengen nyari bahan referensi untuk PI dan aplikasi. Setelah
ngubek-ngubek satu region untuk
fakultas IT saya sama sekali gak nemuin buku yang saya cari pedahal buku
tersebut cukup umum dan banyak sewaktu bulan lalu saya mengunjungi perpus. Pas
saya tanya ke petugas dia bilang “bukunya dipinjem mahasiswa yang lagi PI” ooh
saya kalah cepat berarti, haha.
Setelah itu saya iseng cari-cari buku lain dan
cukup heran ngeliat buku kuning dengan judul “Membudayakan Etos Kerja Islami”
karya K.H. Toto Tasmara ada di region
fakultas IT dideretan buku-buku pemrograman. Dengan penasaran dan sedikit
membaca bagian belakang buku saya langsung meminjam buku tersebut untuk dibawa
pulang.
Setelah pulang kuliah saya langsung ke kosan karena
kepengen banget baca buku misterius itu. Dari segi bahasa buku ini sangat
reflektif. Saya rasa bahasa yang dituliskan murni dari pemahaman beliau tentang
sebuah konsep dan inilah buku yang sangat jarang saya temukan. Maklum, saya
adalah tipikal orang yang kalau baca buku yang pertama menjadi acuan adalah
gaya bahasa si penulis. Karena saya bisa turut memahami maksud si penulis dari
gaya bahasanya sehingga dengan mudah saya dapat mengikuti maksud dari buku
tersebut. Metode yang aneh memang :D
Kata Pengantar Penulis, bagi saya adalah hal yang wajib
dibaca ketika akan membaca sebuah buku. Dari kata pengantar penulis juga saya
memahami karakter gaya bahasa penulis. Cukup kagum dengan K.H. Toto Tasmara ini
dalam kata pengantarnya beliau seperti membuka sebuah diskusi dengan sebuah
karya sastra dalam bentuk puisi, sebuah konsep yang brilian dengan maksud
membekali pembaca agar temotivasi dan terinspirasi. Mungkin banyak juga yang
menggunakan metode ini dalam menulis sebuah buku, tapi kembali lagi bahasa yang
disampaikan kadang gak sinkron sama feel saya
sebagai pembaca. Lain halnya dengan buku yang satu ini, bahasanya sangat nyaman
untuk dibaca.
Dibawah ini saya tulis ulang Puisi dari penulis, yang
sangat inspiratif dengan judul “Tujuh Kesukaran Hidup” dikutip dari bagian kata
pengantar buku “Membudayakan Etos Kerja Islami”. Selamat Membaca..
Nurani sang kekasih mulia, Muhammad
al-musthafa, membisikan hasratnya mendekap jiwa dengan cintanya yang putih,
menggugah nafas pengembara agar membebaskan
dirinya dari penjara kebodohan dan ketertindasan.
Dengan ingin tahu yang berkobar, kusimak
mutiara cintanya agar aku berlindung kepada illahi dari keterpenjaraan dan ketertindasan
itu.
Kamara murid sejati memasukan fatwa dalam
denyut jantungnya tentang delapan kesukaran hidup berikut ini.
Tentang Rasa
Bimbang
Berlindunglah kamu dari kebimbangan. Sikap jiwa tak
menentu bagaikan asap yang dipermainkan angin, hanya berdesah halus, tetapi
membuatmu menari-nari berlenggak lenggok, semakin tipis wujudmu, kemudian
hilang tanpa diperhitungkan orang.
Kebimbangan telah memenjarakan jiwamu yang bebas.
Kemerdekaanmu telah diinjak, dikoyak, dicabik, memaksamu terpuruk bagaikan
budak yang menari menurut musik orang lain. Bagaikan tetesan air diatas daun
keladi. Berbilang waktu, dia bergoyang tanpa memberi arti.
Kebimbangan menutupi mata bathin karena kegelapan yang
pengap tanpa sedikitpun menghirup cahaya,
gemuruh kekuatan dirimu lindap karena kebodohanmu memandang dunia dengan
jiwamu yang lemah.
Jika kebimbangan membelenggumu, tepis dan campakan,
karena engkau bukan budak waktu yang tiada menentu. Ikat erat-erat tali
keyakinanmu, gelorakan keberanianmu karena engkau adalah dirimu sendiri,
mutiara berbinar yang terselubung sampah keraguan.
Tentang Dukacita
Berlindunglah kamu dari segala bentuk dukacita
berkepanjangan. Meratapi dan menghabiskan waktu dalam ketermanguan tak
berujung. Kesedihan adalah kain selimut yang menutupi keceriaanmu, membuatmu
terlelap dalam khayal, dan menjebakmu dalam dialog batin yang menambah batinmu
semakin nyeri. Bila dukacita memenjarakan dirimu, usirlah dia sambil memasuki
pintu air mata yang ratapannya meneteskan duka melebihi kesedihanmu, hibur dan
besarkan hatinya sehingga kesedihanmu hilang karena dukacita mereka yang kau
pupuskan.
Bila selendangmu telah kau basahkan dengan air dukacita
yang mengucur dari kelopak mata orang ditimpa lara, masukilah gelora debu dunia
yang menantangmu dengan gelak dan tawa. Kesedihan bukanlah dosa, tetapi hikmah
yang membuatmu menjulang.
Tetapi, akan menjadi dosa ketika engkau menebarkan
benih-benihnya, memelihara dan membanggakannya. Bila engkau menanam sedih,
hanya dukacita dan kesengsaraan yang akan kautuai. Bila kau tebarkan benih
keceriaan penuh harap, niscaya kebahagiaan sedang menantikan jari-jemarimu
untuk memetiknya.
Tentang Perasaan
Terhina
Dirimu merasa terhina karena dagumu berat untuk tengadah,
jiwamu kerdil, nyalimu kecil. Penilaian atas dirimu sendiri, itulah yang
dihitung orang. Kau terhina karena engkau sendiri yang menghinakan dirimu.
Engkau adalah butiran pasir berserakan dan berhamburan menjadi debu walau angin
mengusapmu lembut. Bila engkau batu padas yang kukuh, sang angin lelah berbelok
arah.
Maka, berlindunglah kepada ilahi karena jiwa terhina dan
menghinakan adalah ulat-ulat beracun yang merontokan dedaunan.
Tentang Kemalasan
Tiada kemalasan kecuali bila kaumanjakan atau
membanggakan kebodohanmu sendiri.
Berlindunglah kepada ilahi dari perangkap kemalasan yang
menjadi kelabu orang resah gelisah yang menebarkan berbagai ranjau maut
diantara rerumputan. Kemalasan adalah pisau yang kau tebarkan dan tumbuh
menjadi pedang kelawang yang akan menebas tiang kemuliaan. Ketika engkau
terlena dengan impian, merajut khayalan didekap rasa puas jiwa pecundang,
ketahuilah berapa banyak orang yang meneteskan keringat dan air matanya untuk
meraih puncak-puncak hidup yang cemerlang. ketika engkau menyembunyikan dirimu
dibalik bantal dan selimut kemalasan, berapa banyak orang yang melemparkan
segala rayuan kebodohan untuk menerima piala penghargaan.
Lantas, buah seperti apa yang kau harapkan dari benih
kemalasan yang kau taburkan ?
Kecuali penyesalan, air mata, dan kesempatan gemilang
yang terbuang!
Tentang Sikap Bakhil
Kebakhilan adalah pintu yang tekunci sehingga jiwamu
semakin kuyu layu karena tak mampu menerima cahaya mentari. Kebakhilan adalah
sikap kikir pelit yang membelit-belit urat kedermawanan dan menempatkan dirimu
menjadi bintang yang bersembunyi dibalik awan gemawan, tidak menjadi panduan
para kafilah, tidak mempesonakan jiwa para pujangga. Keberadaanmu di langit
sia-sia dalam kesendirian.
berlindunglah kepada ilahi yang dermawan dari bujukan
sang bakhil yang menyesatkan.
Kebakhilan adalah bentuk rendah diri dan keraguan menatap
kebersamaan. Engkau akan terpelanting dari kumpulan saudaramu dan tidak
memperoleh apa pun kecuali kesepian!
Tentang Jiwa
Pengecut
Lihatlah tapak perjalanan orang yang telah berlalu dari
pandanganmu. Tentang kisah hilangnya peradaban bangsa dan keindahan ukiran
serta pematungnya. Bangunan istana menjulang tinggal reruntuhan dan kebesaran
mereka lindap tinggal kenangan karena jiwa yang pengecut. Jiwa pengecut adalah
jiwa para budak setia yang kakinya dibelenggu dengan rantai yang terbuat dari
benang halus yang rapuh. Tetapi, jiwa pengecut membuatnya lemah, benang
pengikat yang membelenggunya dianggap rantai baja yang kukuh.
Berlindunglah kepada ilahi yang membebaskan manusia dari
penjara jiwa pengecut. Bila kau ragu dan takut, tengoklah kelepak burung
mengejar mentari yang meninggalkan anaknya di sangkar dan menjelang kelam hari
dia kembali menghibur anak-anaknya dengan serpihan biji-bijian.
Ketahuilah! Orang-orang pengecut menggelepar diperaduan
karena takut mentari akan segera menampakan dirinya di remang fajar. Mereka
lebih senang menjadi pembual yang menceritakan impiannya kepada bocah-bocah
ingusan. Sedang diluar peraduannya, anak-anak dewasa pemberani telah tumbuh
perkasa yang siap untuk menyeret para pengecut dari balik kelambunya.
Tentang Utang
Kesengsaraan yang paling nista adalah terbelitnya
seseorang karena utang. Harga dirinya digerogoti, dan ketika dia tak mau
membayarnya, dia terusir dari singgasananya dengan hanya membawa rasa pedih.
Kesukaran hidup karena belitan utang bagaikan menempuh
jalan yang menyibak semak belukar yang penuh duri, melintasi hutan dengan lelah
dan meninggalkan bekas luka yang perih.
Berlindunglah kepada ilahi dari utang betapapun jumlahnya
sedikit. Karena, dia akan melilitmu bagaikan ular sanca yang menekan perlahan,
tetapi mematikan. Belitan utang harta memeras seluruh waktumu yang berharga dan
engkau tak mampu menikmati harumnya bunga-bunga. Jiwa orang yang terutang telah
tergadai dan menjadi budak para majikannya. Harga diri orang yang berutang adalah
debu-debu yang mudah berterbangan karena sepoi angin sekalipun.
Dan, sang Musthafa putra fajar yang abadi
namanya memberi satu pusaka doa, seraya bersabda,
“Baca dan renungkanlah doa harapan agar kamu
mau berlindung kepada-Nya dari delapan kesengsaraan yang menyiksa manusia!”
Nah, itulah..
Dari kata pengantar saja kita sudah dibekali motivasi
semacam itu. Sudah dapat dipastikan kalau isi dari buku tersebut berbobot dan
memang benar sekali.
Semoga kutipan puisi diatas menambah pemahaman kita menyangkut
problema kehidupan yang pasti dan selalu ada dalam hidup ini, agar setidaknya
kita mengantisipasi tindakan yang matang untuk menghadapi tujuh kesukaran hidup
seperti yang tertulis diatas.
- Semoga Menginspirasi -
-- Salam --
2 Mei 2014