" Brain "
gambar : dari google
Kemarin senin jadwal kuliah hanya setengah hari jadi saya
pulang lebih siang dari biasanya dan merasa bosan dikosan jadi saya memutuskan
untuk pulang kerumah saja, alasan klasiknya adalah karena saat ini sedang masuk
fase tanggal tua atau akhir bulan yang menjadi bahaya apabila seorang anak kost
masih berada di kosan dengan stok keuangan yang sangat memprihatinkan. Jadi
pilihan untuk pulang kerumah adalah mau gak mau pada saat-saat seperti
sekarang-sekarang ini.
Jam satu siang saya sampai rumah dan wah ternyata ada
tamu. Saya sangat senang dan terkejut tamu tersebut adalah si ‘uwa’ (kakak dari
ibu) dan sudah lumayan lama juga saya tidak bertemu beliau. Rasa lelah selama
perjalanan pulang dari depok-bogor pun terasa sirna setelah berada dirumah.
Kebetulan pada saat itu ibu dan si uwa sedang makan
siang, berhubung saya juga belum makan siang langsung saja tanpa ganti baju dan
cuci muka nimbrung dan mengganggu ketenangan mereka makan siang pada saat itu.
Semakin bersemangat ketika menu makanan mendadak nyunda. Ada ikan asin,
lalapan, daun kemangi, bonteng, sayur asem, sambel dan jengkol. Ethnic bin tumaninah sekali suasana pada saat
itu.
Setelah selesai makan saya dan uwa bercakap-cakap hangat,
sudah sangat lama sekali suasana seperti ini saya rindukan. Sebelumnya kita
bercakap-cakap hanya bisa lewat email karena keterbatasan jarak. Cerita sedikit
tentang si uwa, beliau bernama Dr. Alfa, adalah seorang dokter dan peneliti
spesialis otak yang beberapa tahun belakangan ini sedang giat melakukan riset
di Jerman. Sebelumnya beliau adalah mahasiswa Universitas Indonesia jurusan
kedokteran kemudian mendapat beasiswa study ke jepang dan meneruskan studi di
jerman. kadang saya iseng nanya “wa disana kerjanya ngapain ?” “ya belajar aja
cari ilmu” sesimpel itu jawaban dari beliau. Beliau memang tipikal orang yang
bisa dibilang bukan orang yang mempunyai visi hidup seperti kebanyakan orang.
Mungkin bagi kebanyakan orang kerja diluar negeri sebagai seorang dokter adalah
untuk mencari nafkah lain hal nya dengan beliau, beliau mempunyai tujuan untuk
mendalami dan terus melakukan riset-riset dibidangnya yang nantinya akan
bermanfaat bagi dunia kesehatan khususnya Neuro Science. Ya terkadang pemikiran
orang Indonesia seperti saya ini bahwa bekerja untuk uang, uang untuk hidup dan
hidup untuk bahagia (sesempit itu). Pedahal yang lebih bermanfaat dibanding
uang adalah ilmu yang bermanfaat. Pemikiran seorang seperti saya terkadang
masih terlalu baku dan terlalu realistis.
Perbincangan pada saat itu semakin menarik ketika
membahas seputar otak manusia / Neuro Science. Beliau menerangkan betapa otak
bagian depan manusia memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, tindakan
serta sifat dan sikap manusia yang beragam dipengaruhi oleh sebagian dari otak
bagian depan. Saya akan berbagi ilmu yang saya dapat dari beliau saat kemarin
berbincang-bincang, Jadi ada dua sisi utama atau istilah dari otak bagian depan
yaitu “Dorsal” dan “medial”
Seperti dalam anatomi tubuh manusia Dorsal memiliki arti ‘punggung’ dalam otak-pun dorsal memiliki arti
dinding penyangga yang bermanfaat untuk ‘menopang’ dalam kaitan ini sisi dorsal
pada otak bagian depan manusia mempunyai karakteristik “baku” segala sesuatu
yang menyangkut dorsal adalah sebuah gambaran yang real, runtut, kaku dan
sistematis. Lain halnya dengan Medial atau
medialis adalah istilah anatomi untuk garis tengah tubuh atau struktur. Dalam
otak bagian depan medial ini berfungsi sebagai motorik penggerak suatu tindakan
manusia kearah yang lebih bersifat ‘Improvisasi’ dengan kata lain medial
memiliki karakter yang tidak baku, fleksibel dan cenderung menyalahi
aturan-aturan baku.
Menariknya ketika Dorsal dan Medial dikaitkan dengan
segmentasi kehidupan sosial sehari-hari. Kita dapat mengambil contonya fenomena
yang sedang nge-hits belakangan ini seperti “Perseturuan Ahok vs DPDR” saya
tidak bermaksud membahas kasus tersebut tapi saya akan memberikan contoh
penjelasan apa dan seperti apa karakter Dorsal dan Medial tersebut pada kasus
ini.
Kita semua tahu kalau Gubernur DKI Jakarta ‘Ahok’
merupakan seseorang yang memiliki sifat dan sikap keras, mudah marah dan kurang
bisa menjaga etika berbicaranya. Tapi dari sisi lain ahok merupakan pribadi
yang ingin mengedepankan sisi profesionalisme kerja dan kejujuran. Sedangkan
DPRD, ‘kebanyakan’ mereka itu orang-orang yang sopan, santun, pandai berbicara,
bermuka manis TAPI (mohon maaf) sisi lain dari itu semua ‘kebanyakan’ mempunyai
tujuan lain diantaranya seperti korupsi, kepentingan individu atau partai,
lebih mementingkan urusan internal dibanding memikirkan rakyatnya, dll dan itu
suatu skill yang kebanyakan anggota DPRD miliki. Kesimpulan dari perbedaan
tersebut adalah ‘Tidak ada manusia yang sempurna’ entah itu Ahok maupun DPRD.
Tapi apabila kita cermati disini terdapat suatu perbedaan karakter dorsal dan
medial yang sangat bertentangan. Singkatnya, Dorsal dan medial ahok kearah yang
positif dan DPRD sebaliknya. Perhatikan tabel berikut :
“ Tabel Perbandingan Dorsal dan Medial Ahok
vs DPRD “
" Tabel perbandingan Dorsal dan Medial Ahok vs DPRD "
Dari tabel diatas terlihat jelas perbedaan dorsal dan
medial itu seperti apa dan kearah mana suatu dorsal dan medial menjadi positif
dan negatif.
untuk memudahkan arti dorsal dan medial, Dorsal = Keadaan
yang baku/wajar/normal/semestinya. Medial = Improvisasi.
Itu salah satu contoh kasus saja, saya tidak bermaksud
memojokan suatu instansi atau golongan hanya menjabarkan perbedaan Dorsal dan
Medial pada kasus tersebut. Toh realitanya seperti itu bukan ?
Nah, dari situ saja kita dapat memahami bahwa manusia
memiliki dorsal dan medial yang berbeda-beda. Contoh lainnya ‘Di Indonesia
banyak pelanggar lalu lintas seperti sepeda motor yang menerobos trotoar’
artinya sipelanggar tersebut Medialnya
terlalu tinggi sehingga dia melakukan improvisasi (walaupun tindakan
tersebut tidak dibenarkan), Contoh lain seniman atau musisi kenapa kebanyakan
bergaya urakan, semau gue, tapi jago improvisasi dalam bermusik ? karena medialnya tinggi, Contoh lain banyak
orang yang terliahat dia sangat taat dalam beragama, sangat soleh tapi
kepribadiannya terlalu nyeleneh seperti celana digulung sampai mata kaki, jidat
yang hitam, berjanggut ala-ala teroris nah itu berarti Dorsalnya terlalu tinggi sehingga dia kaku dan tidak akan bisa
fleksibel dalam kehidupan sosial.
Intinya orang yang dorsalnya terlalu tinggi dia akan
seperti robot kurang peka dan tidak dapat bisa improvisasi pada kehidupan
sosial, kurang bisa bermasyarakat dan cenderung radikal. Dan orang yang
medialnya terlalu tinggi juga akan cenderung suka melanggar, terlalu ekspresif,
jago improvisasi, kebebasan tanpa sekat dan akan sulit diatur.
Lingkungan, adalah yang paling berpengaruh pada
pembentukan dorsal dan medial pada otak manusia. Lingkungan yang baik akan
menuntun sisi dorsal dan medial pada takaran yang seimbang dan kearah jalur
yang positif. Sebaliknya, lingkungan yang kurang baik, akan membentuk karakter
yang akan berat pada sisi dostral maupun medial, tidak seimbang dan pasti
hasilnya tidak akan baik.
Itulah sedikit ilmu tentang neuro science yang saya dapat dari dr. Alfa. pada perbincangan kemarin.
Tidak terasa sudah sekitar 4 jam kami berbincang-bincang dan hari sudah semakin
sore beliau berpamitan untuk pulang ke kediamannya di daerah Bogor. Keesokan
harinya saya pun harus kembali berangkat ke kampus seperti biasa. Ingin rasanya
berlama-lama mengobrol dan bertemu beliau. Semoga saja beliau untuk tahun ini
akan lama di Indonesia jadi saya bisa curhat dengan leluasa tentang apapun :D
Semoga bermanfaat, salam.
- Muhamad Syahid Abdurrahim –
26 Maret 2015