Cerita Dibalik Lanjut S2

Selasa, Juni 25, 2019


" Makrab r58 SB IPB "
gambar : dokumen pribadi


Alhamdulillah. Cukup satu kata itu yang paling bisa saya ungkapkan saat ini. Bersyukur atas semua pencapaian dan kemudahan, bersyukur atas semua kesulitan dan penolakan. Semua yang diterima diri ini hanyalah bersumber dari-mu dan dari cinta-mu. Allah maha segalanya.

Besok, 26 Juni 2019 adalah hari yang saya tunggu. Hari dimana saya bisa melihat senyum bahagia kedua orang tua karena melihat anaknya di wisuda (lagi). Menjadi salah satu keluarga yang bahagia dari sekian banyak keluarga lainnya.
Seperti mimpi rasanya. Dulu ketika lulus SMA saya gak pernah terpikir untuk mengenyam pandidikan hingga S2, yang saya pikirkan saat itu hanya “Jalani saja apa yang ada” mau lanjut kuliah dimana, mengambil jurusan apa terserah. Yang terpenting pada saat itu adalah “Saya harus kuliah yang jauh dari rumah” karena bosan 12 tahun belajar di Cigombong. Akhirnya saya kuliah di depok. Gak jauh-jauh amat sih tapi ya lumayan dapet suasana baru dan semangat baru. Kuliah selama empat setengah tahun lempeng-lempeng aja, gak ada prestasi, gak ada masalah, ipk aman dan alhamdulillah lulus. Mungkin bagi sebagian orang menghabiskan masa kuliah dengan cara seperti yang saya lakukan adalah membuang-buang waktu dan kesempatan. Gak pernah ikut organisasi, gak pernah ada prestasi, Cuma kupu-kupu (kuliah pulang kuliah pulang). Tapi itulah realitanya, saya orang yang legowo bin pasrah, yang penting hari ini di syukuri dan di jalani, besok dan nanti gak usah dipikir. Termasuk melanjutkan kuliah S2, saya gak pernah mentargetkan harus dan kepengen banget. Cuma ceritanya, dulu pas lagi kosong kuliah di smester 5 kalo gak salah saya iseng ikut seminar yang diadakan SEF (Sharia Economic Forum) Gunadarma. Saya kurang tau juga SEF ini unit kegiatan mahasiswa atau komunitas yang pasti SEF bentukan dari anak-anak ekonomi manajemen. Saya masih inget pada saat itu seminarnya membahas mengenai urgensi ekonomi islam untuk pembangunan Indonesia. Iseng banget kan? anak teknik ikut seminar anak ekonomi. Ajaibnya selama seminar saya antusias dan ngikutin banget pembahasannya, yang tadinya saya kira bakal ngantuk dan gak ngerti tapi malah paham dan semangat, lebih semangat dibanding ngikutin kuliah pemrograman dikelas. Cuma mungkin istilah-istilah ekonominya aja yang rada bingung tapi pada saat itu saya sangat tertarik dan suka pembahasan seputar ekonomi khususnya makro (ciye sekarang ngerti ekonomi makro coy dulu mah denger makro yang kebayang sukro). Puas dengan seminar yang diikuti pada hari itu sesampainya dikosan saya googling seputar ilmu-ilmu ekonomi, semakin suka dan iseng aja ngetwit gini,

"Twitt 25 oktober 2014" 

Bisa dilihat ‘tahun 2014’. Ajaib dan saya percaya setiap perkataan itu didengar dan Allah itu maha mendengar. Di 2019 saya wisuda program magister manajemen.

Dari dulu saya gak penah mentargetkan harus s2 manajemen, cuma iseng aja ikut seminar ekonomi karena pada hari itu gak ada kuliah, suka pembahasannya terus ngetwit, besok-besoknya ya udah biasa lagi gak mikirin gimana rencana s2, kampus mana, dan biayanya gimana. Karena jujur aja saya paling gak mau memberatkan orang tua termasuk soal biaya kuliah, yang saya lakukan cuma ‘ya Allah gimana aja jalannya saya ikhlas’ udah sampe situ saya lupa dengan seputar ekonomi-ekonomian, balik lagi ngampus jadi anak teknik lagi.

Cerita berlanjut ketika selesai sidang s1. Saat dimana lagi bingung-bingungnya harus ngapain. Mau ngelamar kerja belum ada ijazah atau SKL jadi ya hari-hari paling main atau silaturahmi bareng temen. Pada suatu hari sahabat saya Kartina (yang mudah-mudahan sekarang sudah di surga bersama para kekasih Allah) ngehubungin saya katanya “id temenin ke kampus Sekolah Bisnis IPB yuk, sekalian mau jalan-jalan explore bogor” berhubung saya lagi gak ada kegiatan “yaudah hayuk” sempet bingung gak tau Sekolah Bisnis IPB dimana pas googling ‘lah ini mah yang setiap hari dilewatin’. Jujur awalnya saya gak tau SB IPB dimana yang tadinya saya kira kantor pemerintahan ternyata kampus SB IPB. Pada hari itu berangkatlah kita menuju SB IPB, kartina saya jemput di stasiun Bogor. Niat awalnya saya Cuma ‘nganter’ si ina daftar tapi saya dipaksa daftar sama dia biar ada temen daftarnya katanya haha. Yaudah saya daftar aja isi formulir toh gak bayar ini. Setelah isi formulir kita main dan makan klo ga salah di sekitaran taman kencana dan pulang. Tapi ternyata itulah terakhir kalinya saya ketemu sahabat saya itu. Dia sakit dan kemudian meninggal.
Beberapa bulan kemudian saya dapet email dari akademik SB IPB yang menginformasikan jadwal ujian tes masuk dan rincian biaya pendaftaran yang harus dibayar. Disitu saya kaget karena gak pernah ngerasa serius daftar. Karena belum ada kegiatan dan menunggu wisuda yaudah lah dateng tes aja, gak yakin keterima juga lagian IPB kan kampusnya orang-orang pinter, otak saya mana mampu (dalam hati pada saat itu). Setelah tes saya pulang dan ditanya orang rumah “abis dari mana” “dari IPB tes s2” “wah bagus klo mau lanjut s2, yang bener tes nya biar keterima” hmm tau gini tadi di seriusin ngerjain soalnya. Ternyata keluarga mendukung penuh saya lanjut s2 malah diminta untuk langsung lanjut setelah wisuda s1. Kurang lebih tiga bulan menunggu hasil tes dan muncul email dari SB IPB “Selamat, Anda diterima di program magister manajemen bisnis institut pertanian bogor” Alhamdulillah.

Agak melongo juga, gak pernah mimpi masuk s2 IPB dan lulus dengan IPK hampir cumlaude. Saya sampai sekarang takjub dengan jalan Allah yang selalu ngasih rezeki dari arah yang gak pernah disangka-sangka. Saya merenung akhir-akhir ini, saat kuliah manajemen ada pembahasan mengenai manajemen planning dimana kita harus selalu melakukan planning atau perencanaan sebelum eksekusi tindakan. Ilmu tersebut saya praktekan dalam kehidupan sehari-hari hasilnya alhamdulillah efektif. Kegiatan harian saya jadi jauh lebih terencana dan terkontrol. Namun ada saat dimana saya merasa gelisah kalau harus setiap masa yang akan datang di planning secara detail. Memang efektif namun secara spiritual yang saya rasakan gak nyaman. Jauh lebih nyaman dibanding konsep saya yang menjalani hari-hari dengan mengalir tanpa harapan-harapan yang rinci dimasa depan. Cukup dengan syukur dan focus menjalani apa yang ada sekarang dengan sebaik-baiknya. Janji Allah itu pasti “barang siapa yang bertakwa dan mempercayakan hidupnya dengan ketentuan Allah, pasti akan diberi kehidupan dan rezeki yang baik” terkadang kita lupa menganggap semua rencana atau planning kita yang terbaik tapi sahabat percayalah itu semua hanyalah ilusi. Bisa jadi yang kita anggap baik tidak baik dimata Allah, dan sebaliknya. Saya juga pernah mendengar kalau kita gak boleh panjang angan. Dan planning tentang masa depan mungkin termasuk Panjang angan kali ya.. hehe saya gak mau mengoreksi ilmu yang sudah saya serap. Yang pasti sahabat, kita jangan meremehkan setiap perkataan, karena selalu ada yang mendengar. Jangan pernah meremehkan setiap keinginan karena selalu ada yang tau keinginan kita. Namun satu hal, kita tidak boleh diperbudak keinginan atau planning itu dan melupakan peran Allah sebagai penggerak dan pengabul setiap keinginan. Cukup perbanyak syukur dan takwa, insyaAllah bahagia.

Sekarang saya udah lulus dan mau wisuda, kedepannya mau jadi apa? Kerja dimana? Bisnis apa? Planningnya gimana? Jawabannya simple, “apapun yang akan saya dapatkan setelah ini, saya ikhlas asalkan Allah ridho” Percayalah kedepannya sahabat akan bahagia dan tenang dengan cintanya Allah.

Semoga pencapaian dan ilmu yang didapat selama kuliah ini menghasilkan keberkahan dan mohon doanya untuk sahabat kita almarhum kartina semoga diampuni segala kesalahan dan dimasukan kedalam surga. Aamiin

25 Juni 2019

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts